Sebuah Kenyataan Sejuta Ironi
Negeri Indonesia yang notabene adalah negara kaya yang di anugerahi oleh Allah dengan sumber daya alamnya yang berpotensi menjadikan negara indonesia negara yang makmur,ternyata menyimpan sejuta makna ironi dalam kenyataan aktualnya. Menurut data biro pusat statistik (BPS) tahun 2000,satu keluarga indonesia memiliki rata-rata anggota keluarga 3,9 orang dengan pertumbuhan 2,87% dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 6 orang per keluarga, berbanding terbalik dengan tingkat pendapatan masyarakat Indonesia yang menurut UMP maupun UMR. Pemerintah provinsi DKI Jakarta,menetapkan UMP tahun 2005 sebesar Rp 711.843 perbulan,di provinsi Jawa Barat,UMP ditetapkan sebesar Rp 320.000 perbulan sejak tahun 2003. Betapa jelas sudah banyaknya dana yang diperlukan jauh lebih besar daripada pendapatan. Apalagi harga-harga barang terus naik,biaya pendidikan makin meningkat,dan biaya untuk kesehatan makin tinggi.
Berdasarkan hasil survei yang dibuat oleh badan perencanaan pembangunan nasional,pada tahun 2003 angka kemiskinan turun menjadi 17,4% dari total 37,3 juta orang miskin. Sayangnya,kriteria yang dipakai Bappenas untuk menetapkan kriteria penduduk miskin mengacu pada batas internasional,yakni penduduk yang mempunyai pendapatan dibawah US$ 1 perhari dan US$ 2 perhari untuk penduduk miskin,dengan asumsi ini jelaslah tidak relevan jika kita mengkorelasikannya dengan tingkat kehidupan di Indonesia,ditambah lagi ketersediaan lapangan kerja yang semakin menyempit. Pada tahun 2004,dari 98.812.448 angkatan kerja terdapat 17.586.601 orang menganggur (17,8%) dan 8.005.031 orang masih mencari pekerjaan (8,1%) ini lebih ironis lagi bila disertai dengan kenyataan bahwa hanya 33,2 persen penduduk saja yang telah menamatkan tingkat pendidikan SLTP keatas.
Dalam keadaan terpuruk seperti sekarang ini sudah sewajarnya pemerintah ‘turun tangan’ dalam usaha mengentaskan masalah tersebut. Namun,sayangnya sistem ekonomi kapitalis yang selama ini diterapkan tidak memungkinkan hal tersebut. Kalaupun ada jaringan pengaman sosial,itu pun tidak sampai ke sasaran yang diakibatkan oleh sistem birokrasi yang berbelit-belit ditambah mental korup yang memang sudah mengakar di jiwa aparat keparat birokrat negara.
Setidaknya ada 2 masalah yang menyebabkan ‘kemiskinan’ negara yaitu :
Uang yang dipakai bersandar pada dolar. Perubahan nilai mata uang dolar akan langsung berdampak pada kehidupan di dalam negeri. Awal krisis di Indonesia tahun 1997 lalu adalah diboyongnya dolar dari Indonesia oleh George Soros.
APBN yang sumber pendapatannya yaitu berasal dari penerimaan dalam negeri dan hibah. Penerimaan dalam negeri terdiri dari 2 jenis yaitu pajak dan bukan pajak (penerimaan sumber daya alam/sda,laba BUMN,dan PNBK lainnya). Pada RAPBN 2006,penerimaan dari pajak sebesar 78,7% dari total pendapatan. Pendapatan nasional bukan pajak (PNBP) sebesar 21%,dan sisanya dari hibah. Cenderung sektor pajak lebih berperan sebagai sumber utama pendapatan nasional.
Banyak pihak,termasuk kalangan DPR menyarankan agar pemerintah memaksimalkan penerimaan dalam negeri terutama dari sektor pajak. Namun,solusi ini tidaklah memecahkan masalah dan hanya akan menambah beban rakyat,serta malah membuat perekonomian semakin tidak efisien. Sistem perpajakan kapitalis yang diterapkan indonesia menyebabkan multiplaier effect yang cenderung negatif. Penerapan pajak penghasilan,penjualan dll termasuk pajak yang dikenakan pemerintah daerah,diberlakukan sama baiknya terhadap rakyat kaya maupun miskin. Hal ini menunjukan ketidakadilan sistem tersebut. Bahkan pengenaan pajak terhadap barang dan jasa menyebabkan harga-harga jauh melambung dari nilai realnya,karena pihak produsen dan pedagang membebankan biaya pajak pada konsumennya.
Dilihat dari keadaan alam,dunia Islam jelas dikaruniai kekayan yang melimpah oleh Allah Swt. Akan tetapi,mengapa pendapatan dari sumber ini tidak mendominasi? Itu disebabkan karena pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta,khususnya swasta asing dengan dalih privatisasi yang katanya memang sudah menjadi suatu hal yang diharuskann guna mengundang para investor untuk menanamkan sahamnya di Indonesia. Sebagai contoh,hutan. Perusahaan yang beroperasi di hutan lindung saja ada 22 perusahaan,untungnya pun masuk ke kantong swasta. Belum lagi terjadi illegal logging,yang di kalimantan timur saja,setiap tahunnya terjadi pencurian kayu sebesar 3,4 juta M3 . Dari masyarakat dayak yang menebang,mereka membelinya paling banter Rp 25.000,- tetapi dijual ke malaysia Rp 1.000.000 permeter3 . Jadi pertahun rakyat Indonesia kehilangan Rp 3,4 trilliun dari provinsi tersebut.
Contoh kasus,Jaksa Agung MA Rachman menyatakan bahwa dari nilai APBN 2005 yang sebesar Rp 584 trilyun,sebanyak Rp 23 triliun telah dikorupsi. Inilah sebuah kenyataan yang tak terelakkan lagi bahwa memang bangsa Indonesia budaya kerjanya bermentalkan tikus-tikus got,liar bau namun sulit untuk dibantai bahkan untuk ditangkap sekalipun. Inilah juga sekali lagi membuktikan kepada kita bahwa keharusan perubahan suatu sistem secara mendasar bukan hanya secara parsial namun seutuhya,tidak hanya merubah tatanan struktur birokrasi tapi juga sekaligus merubah sistem yang mengendalikan tatanan birokrasi tersebut secara mendasar yang didasari akan kesadaran kita akan hakekat manusia itu yang sebenarnya yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang dibekali syariat atau kaidah aturan guna dijalankan dimuka bumi ini agar selamat dunia maupun akherat.
Ingat...! Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sampai kaum itu mencoba merubah sendiri keadaannya ini dimaksudkan Allah tidak akan memperbaiki nasib suatu kaum apabila kaum (state) itu sendiri masih membiarkan kadzholiman itu terjadi dengan sendirinya tanpa adanya pelarangan ataupun pengikatan terhadap moralitas umatnya. Untuk itu mari kita bermuhasabah kepada Allah,hujamkan hukum Allah dimuka bumi ini teriakkan syiar2 islam di segala penjuru dunia karena hanya dengan menegakkan ketetapan Allah dimuka bumi ini melalui system islam yang total yang merupakan rahmatan lil alamin maka kedamaian dan ketentraman dunia adalah sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan oleh apaun itu jua.
Writer by
Ndunkz@2005
Masa Transisi Menuju Fundamentalism.
penulis saat ini sedang asyik-asyiknya menikmati karya-karya nan fenomenal dari ali syariati, Sayyid Qutb, An-Nabhani dan lainnya. Disamping intensitas yang impresif berdialog dengan kawan-kawan Gema, HMI, Kammi serta organ-organ kemahasiswaan lainnya. Petualangan intelektual yang sungguh menyegarkan dahaga ilmu sekaligus dahaga spirituil.
Jumat, 03 Juli 2009
Sebuah Kenyataan Sejuta Ironi
Diposting oleh ajie gunawan wibiksana di 06.42 0 komentar
Langganan:
Postingan (Atom)
welcome
ajie gunawan wibiksana